Siapa tak kenal facebook ? Sebuah jejaring sosial yang sangat banyak digandrungi warga dunia. Sebuah fenomena yang menyerupai magnet raksasa yang menarik besi-besi (dalam hal ini manusia) untuk terus duduk mengutak-atik isinya. Tak heran, baru-baru ini terdengar kabar bahwa seorang karywan di Swiss dipecat karena facebook, yang dalam kasus ini membuat si karywan nekat bolos dengan berpura-pura sakit demi memelototi profilnya ataupun profil teman-temannya.
Aneh ? Sebenarnya tidak juga. Dari pengamatan yang saya lakukan terhadap teman-teman sekolah, saya berhasil menarik sebuah kesimpulan di mana terdapat kcenderungan yang besar dari teman-teman saya tadi untuk terus terhubung dengan si magnet tadi. Bahkan, seorang teman membukanya pada saat ujian nasional !
Fenomena facebook ini sendiri tidak hanya terbatas pada remaja dan orang kantoran saja. Anak-anak yang seharusnya masih menonton kartun dan bermain bersama teman-temannya terpengaruh untuk ikut berpartisipasi dalam “kumpulan teman-teman maya”.
Kita semua tahu, dewasa ini, dunia kita adalah dunia komputer. Sangat kecil persentase kegiatan yang dilakukan tanpa menggunakan komputer. Kemudahan akses internet makin memudahkan pertumbuhan pemakaian internet di bumi Indonesia. Hal yang tentu saja memudahkan orang-orang untuk selalu membuka jejaring sosial tadi. Yang lebih menyentakkan lagi, sebuah iklan di televisi yang mencetuskan “Anti Mati Gaya”, seakan menegaskan sebuah pernyataan “Bukalah facebook di manapun Anda berada. Jangan sungkan-sungkan !!”
Pesan tersebut sebenarnya merupakan terompet perang yang baru saja dibunyinkan dalam rangka memberantas gaptek. Tapi jangan lengah. Pesan tadi sebenarnya adalah seekor ular berkepala dua. Di satu sisi membawa berkah dan kemajuan, di sisi lain membawa kehancuran dan malapetaka. Tidak percaya ? Coba Anda simak kembali dua contoh pada awal bagian. Seorang karyawan rela meninggalkan kewajibannya hanya demi mengupdate statusnya dan duduk memperhatikan perkembangan teman-temannya di jejaring sosial tadi. Akibat yang diterima tidak main-main. Dipecat.
Kalau kejadian yang terjadi sudah mencapa tahap tersebut di atas, kita patut waspada. Betapa tidak ? Coba perhatikan “karena facebook, seorang ayah gantung diri. Kenapa ? Dia tidak dapat memberi anaknya makan karena pekerjaanya sudah lenyap.” Ironis bukan ?
Perhatikan juga kasus di mana anak-anak usia SD mengakses facebook sampai lupa makan, tidur, dan lain-lain. Hal yang tentu saja dapat mempengaruhi proses perkembangan mental anak tersebut.
Pada akhirnya, semua keputusan berada di tangan Anda. Anda lah yang menentukan ke mana arah penggunaan Anda ? Apakah mengarah pada sebuah kecanduan akut yang tak tertolong ? Atau hanya sebatas pengguna yang lebih mempertimbangkan sisi humanis dari jejaring sosial yang diikutinya ?
Namun di atas semuanya, saya ingin membeberkan saran yang mungkin bisa berguna bagi Anda. Cobalah untuk bersikap normal dalam menggunakan jejaring sosial. Ingatlah skala prioritas (dalam hal ini sp untuk pekerjaan). Niscaya penggunaan berlebih bisa dihindari.
Aneh ? Sebenarnya tidak juga. Dari pengamatan yang saya lakukan terhadap teman-teman sekolah, saya berhasil menarik sebuah kesimpulan di mana terdapat kcenderungan yang besar dari teman-teman saya tadi untuk terus terhubung dengan si magnet tadi. Bahkan, seorang teman membukanya pada saat ujian nasional !
Fenomena facebook ini sendiri tidak hanya terbatas pada remaja dan orang kantoran saja. Anak-anak yang seharusnya masih menonton kartun dan bermain bersama teman-temannya terpengaruh untuk ikut berpartisipasi dalam “kumpulan teman-teman maya”.
Kita semua tahu, dewasa ini, dunia kita adalah dunia komputer. Sangat kecil persentase kegiatan yang dilakukan tanpa menggunakan komputer. Kemudahan akses internet makin memudahkan pertumbuhan pemakaian internet di bumi Indonesia. Hal yang tentu saja memudahkan orang-orang untuk selalu membuka jejaring sosial tadi. Yang lebih menyentakkan lagi, sebuah iklan di televisi yang mencetuskan “Anti Mati Gaya”, seakan menegaskan sebuah pernyataan “Bukalah facebook di manapun Anda berada. Jangan sungkan-sungkan !!”
Pesan tersebut sebenarnya merupakan terompet perang yang baru saja dibunyinkan dalam rangka memberantas gaptek. Tapi jangan lengah. Pesan tadi sebenarnya adalah seekor ular berkepala dua. Di satu sisi membawa berkah dan kemajuan, di sisi lain membawa kehancuran dan malapetaka. Tidak percaya ? Coba Anda simak kembali dua contoh pada awal bagian. Seorang karyawan rela meninggalkan kewajibannya hanya demi mengupdate statusnya dan duduk memperhatikan perkembangan teman-temannya di jejaring sosial tadi. Akibat yang diterima tidak main-main. Dipecat.
Kalau kejadian yang terjadi sudah mencapa tahap tersebut di atas, kita patut waspada. Betapa tidak ? Coba perhatikan “karena facebook, seorang ayah gantung diri. Kenapa ? Dia tidak dapat memberi anaknya makan karena pekerjaanya sudah lenyap.” Ironis bukan ?
Perhatikan juga kasus di mana anak-anak usia SD mengakses facebook sampai lupa makan, tidur, dan lain-lain. Hal yang tentu saja dapat mempengaruhi proses perkembangan mental anak tersebut.
Pada akhirnya, semua keputusan berada di tangan Anda. Anda lah yang menentukan ke mana arah penggunaan Anda ? Apakah mengarah pada sebuah kecanduan akut yang tak tertolong ? Atau hanya sebatas pengguna yang lebih mempertimbangkan sisi humanis dari jejaring sosial yang diikutinya ?
Namun di atas semuanya, saya ingin membeberkan saran yang mungkin bisa berguna bagi Anda. Cobalah untuk bersikap normal dalam menggunakan jejaring sosial. Ingatlah skala prioritas (dalam hal ini sp untuk pekerjaan). Niscaya penggunaan berlebih bisa dihindari.