March 20, 2009

Ketika Secercah Harapan Itu Sirna

Indonesia adalah sebuah negara dengan wilayah yang sangat luas. Sumber daya alamnya melimpah ruah, letaknya strategis, dan mempunyai beraneka ragam kebudayaan. Siapa yang tidak mengetahui hal tersebut ? Semua orang tentu tahu. Seiring dengan kenyataan tadi, tentu saja ekspetasi yang muncul dari orang-orang yang mengetahui hal tersebut adalah Indonesia menjadi sebuah bangsa yang besar, cerdas, dan mampu berdikari. Setidaknya hal yang sama juga diimpikan para pendiri bangsa kita.

Nah, kalau kita tilik lebih dalam lagi, ternyata, ekspetasi-ekspetasi tadi ternyata terlalu berlebihan. Bukannya mengada-ada, namun fakta yang tersedia di lapangan masih jauh dari harapan. Anda ingin bukti ? Lihat saja antrian panjang pembeli minyak tanah, lihat kekerasan yang terjadi di kalangan pelajar (bahkan akhir-akhir ini merambah ke pelajar wanita), lihat praktek-praktek korupsi yang dilakukan anggota legislatif pilihan kita, lihat, lihat rendahnya rasa nasionalisme masyarakat di negeri ini, lihat rendahnya toleransi umat beragama, lihat nihilnya prestasi kita di berbagai bidang (terkecuali bidang peranakan), dan yang paling update lihat antrian panjang pasien Ponari si bocah sakti.

Pertanyaannya, apakah sederetan lihat tadi bisa mewakili harapan kita terhadap bangsa ini ? Ataupun harapan para pendiri bangsa ini ? Jawabannya TIDAK. Nah, bagian terpenting yang harus kita pecahkan adalah apa sebenarnya akar dari semua ini ? Apakah benar semuanya telah membentuk sebuah lingkaran setan yang tak akan bisa terputus oleh sebuah reaksi adisi (maklum baru ujian kimia, hehe) ?

Permasalahan yang menimpa negara ini sudah begitu kompleks. Seperti sebuah benang layangan yang kusut. Mungkin penyebab utamanya adalah otak manusia Indonesia yang sudah kehilangan sebuah bahan bakar utama yang menjadi esensi kehidupan, harapan. Harapan sama dengan visi dan misi, kemauan. Coba bayangkan tubuh Anda berjalan menyisir keheningan malam, tapi satu hal yang Anda lewatkan, Anda tidak tahu ke mana tujuan Anda berjalan. Semuanya bersumber dari kombinasi visi dan misi. Namun satu hal yang saya tangkap dari lingkungansekitar saya dengan memberikan pertanyaan kepada teman-teman sekitar, bagaimana harapanmu terhadap kemajuan bangsa ini? Jawaban mereka sebagian besar berkisar di angka 10-20 %. Coba pikir, bagaimana mau bekerja kalau kemauan saja tidak ada. Omong kosong.

Hal lain yang juga patut disoroti adalah rendahnya rasa nasionalisme rakyat Indonesia. Apa penyebabnya ? Mungkin penyebab utamanya adalah lingkungan itu sendiri. Kita ambil sebuah contoh. Sekolah kita yang tercinta, SMA Santo Thomas 1 Medan saja mengadakan upacara satu bulan sekali. Padahal upacara itu sendiri adalah bagian terpenting dalam memupuk rasa cinta tanah air. Apa hasilnya ? Fakta membuktikan bahwa tidak adanya rasa cinta tanah air tadi menimbulkan kecintaan yang sangat berlebih terhadap kelompoknya sendiri, terlebih etnis, yang menyebabkan terbentuknya kelompok-kelompok kecil dalam masyarakat. Cinta kelompok ini lantas menimbulkan rasa harus mengembangkan kelompok, bukannya mengembangkan negara. Akibat yang timbul adalah rasa lepas tangan dan berlanjut pada pelontaran ejekan kepada pemerintah.

Namun camkan satu hal jika Anda ingin mencerca bangsa ini. Tanya 1000 kali dalam otak Anda yang sangat cerdas itu kata-kata dari JFK, Apa yang sudah saya berikan kepada bangsa ini ? Apabila jawabannya tidak ada, sebaiknya Anda diam saja mengunci mulut besar Anda. Pengecualian jika Anda sudah pernah berjasa mengharumkan negara ini dari bidang olahraga,(mungkin Anda adalah seorang pemain di liga Inggris) atau dari bidang akademis (mungkin Anda adalah juara olimpiade internasional). Coba konversikan energi yang akan Anda gunakan untuk mengumpat tadi menjadi energi untuk membangun sebuah harapan. Karena sebuah pekerjaan bisa dimulai kalau ada kemauan dan tekat. Tanpa hal tersebut, mungkin hidup Anda tidak akan beda seperti orang-orang yang sering Anda umpat sebagai koruptor, penghianat, pembunuh, dsb. Dan jika sedah kehilangan harapan, mungkin semuanya akan berakhir di rumah Ponari, si bocah sakti.

3 comments:

  1. wahhh. gk cocok. hrsna post ini diletakkan sblm post terbarumu, post ne kan uda pnh di fbmu.,

    kurang strategis

    ReplyDelete
  2. Post terbaru belum buat fed
    Tunggulah jadi yang baru

    ReplyDelete
  3. kalo upacara setiap minggu,kpn giliran smp yg upacara?
    sma st.thomas kn lapangan nyya sempit.
    :)

    ReplyDelete